Berbincang dengan Pasangan Yamini-Ifah, TKI di Arab Saudi

Berbincang dengan Pasangan Yamini-Ifah, TKI di Arab Saudi

\"\"Nyaman di Perantauan, tapi Rindu Kampung Halaman Kisah pilu tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi hampir setiap hari kita lihat dan baca di media. Mereka ada yang disiksa hingga cacat permanen, tidak diberi gaji, bahkan ada pula yang jadi korban perkosaan. Tapi, tidak semua TKI bernasib malang. Banyak pula yang sukses, bahkan mendapatkan kehidupan yang layak dari hasil jerih payahnya mengais Riyal. Bahkan, betah tinggal hingga puluhan tahun. RUMAH luas berlantai 2 itu tampak sepi. Pagar tinggi dan kokoh seperti ingin menandakan bahwa rumah tersebut milik orang penting. Saat saya menekan bel, tampak seorang pria tegap berkulit hitam membuka pintu gerbang. Dari wajahnya seperti keturunan Pakistan. Setelah penerjemah saya meminta izin untuk bertemu seseorang,  akhirnya si penjaga mempersilakan masuk. Di garasi depan rumah tampak lima mobil mewah berjejer, empat sedan buatan Amerika Serikat dan Eropa serta satu mobil SUV produksi Jepang. Hari itu saya memang ingin bertemu dengan dua orang TKI yang sudah bekerja lama di Arab Saudi, tepatnya di kawasan Sharado. Namanya Yamini (50) dan Ifah Abdul Kodir (40). Keduanya adalah pasangan suami istri asal Serang, Banten yang bekerja di rumah milik salah seorang Amir (keturunan kerajaan) di Arab Saudi. Mereka tinggal di bangunan samping rumah yang sengaja dibuat oleh sang majikan untuk para pembantunya berukuran 6 X 8 meter. Ruangan tersebut terdiri dari 2 kamar, dapur yang disekat dan ruang tamu mungil serta kamar mandi dalam. “Saya datang ke Saudi awal tahun 90-an. Seingat saya waktu itu lagi perang teluk antara Iran dan Irak,” kata Ifah menceritakan saat pertama datang ke negeri yang dipimpin Raja Abdullah tersebut. Ia menambahkan, gaji pertama yang diterimanya 600 Riyal per bulan. Dirinya ingat betul, saat itu gaji sebesar itu jauh lebih tinggi dari gaji guru PNS di Indonesia. Sekarang gajinya nyaris 3 kali lipat, atau sekitar 1.700 Riyal. Namun kata dia, dibanding inflasi yang terjadi di tanah air, gajinya saat ini dirasa tidak besar. Namun ia tetap bersyukur karena bisa menghidupi keempat anaknya, 3 di antaranya tinggal di Banten, sementara yang bungsu ikut dirinya. Sedangkan Yamini, sang suami, datang ke Arab Saudi setahun setelah kedatangan Ifah. Dia dipercaya menjadi kepala urusan rumah tangga di tempatnya bekerja. Gajinya 2.100 Riyal (kurs 1 Riyal sekitar Rp2.600). Kalau melihat intensitas kerjanya, dirinya mengaku gaji yang diterima sudah cukup besar. Pasalnya, sang majikan sendiri jarang pulang, sebab mereka lebih sering tinggal di Riyadh, ibu kota Arab Saudi. Kalaupun pulang, setahun paling cuma dua kali. Itupun saat liburan. “Rumah ini terdiri dari 7 kamar utama dan 8 kamar pembantu yang dibangun di area samping. Majikan kami punya anak 3 dan beberapa cucu. Sementara pembantunya ada delapan, mereka punya tugas masing-masing,” tutur pria berperawakan sedang ini. Lebih jauh ia menjelaskan, pembantu di rumah tersebut punya tugas beragam. Ada yang khusus mengurus kolam renang, tukang taman, jaga pintu gerbang dan bersihkan halaman. Sementara dirinya bersama sang istri bertugas membersihkan rumah bagian dalam. Namun karena majikan jarang pulang, urusan membersihkan rumah tidak dilakukan tiap hari. Paling 2-3 hari sekali. Itupun saat dibersihkan kondisinya kadang masih bersih, karena tidak ada yang pakai. “Meski jarang dibersihkan kondisinya tetap rapi, karena memang tidak ada yang mengotori. Sedangkan para pembantu berada di luar areal rumah. Tapi kami tetap harus bersiap diri, karena sang majikan bisa setiap saat datang tanpa terduga,” ungkapnya. Disinggung apakah dirinya tidak ingin kembali dan tinggal di tanah air, secara eksplisit keduanya mengatakan sangat ingin. Sebab kata Yamini, seenak-enaknya hidup di negeri orang, tetap lebih enak hidup di daerah sendiri. Namun saat ini, dirinya merasa masih mempersiapkan diri. Apalagi lingkungan di tempatnya bekerja juga cukup nyaman. “Biasanya, 2 tahun sekali kami dapat jatah pulang kampung. Lamanya sekitar 2-3 bulan sekali pulang. Tiket pulang dan pergi disiapkan oleh majikan. Insya Allah tahun ini juga akan memberangkatkan anak saya yang di Banten naik haji. Soal tinggal di kampung halaman siapa yang tidak mau, tapi itu mungkin nanti. Yaah, kita masih kumpul-kumpul dulu untuk bekal kelak,” tuturnya. Kondisi di Timur Tengah yang saat ini sedang bergejolak, diyakini Yamini tidak akan berimbas ke negeri tempatnya mengais rezeki. Hal itu kata dia karena kehidupan di Arab Saudi jauh lebih makmur dibandingkan daerah lainnya. “Kadang kalau lihat tayangan di beberapa negara lain sangat mengerikan dan bikin waswas. Tapi kami yakin di sini hal itu tidak akan terjadi. Sejauh ini nyaman-nyaman saja,” pungkasnya. (m noupel)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: